Duck hunt
Bismillah
Pengertian Haji
Haji menurut bahasa berarti menyengaja sesuatu. Sedangkan menurut syara haji adalah menyengaja atau sengaja mengunjungi ka’bah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan syarat-syarat tertentu. Perlu diketahui bahwa sebagian praktek ibadah haji adalah ibadah badaniah dan disunatkan membaca doa-doa tertentu. Dengan menunaikan ibadah haji berarti kita harus meninggalkan rumah tangga, harta benda, sanak saudara, pekerjaan dan tanah air. Untuk itu diperlukan badan sehat dan biaya yang tidak sedikit, oleh karena itu betapa besar pahala haji bagi yang melaksanakannya dengan baik dan benar. Berikut
1. Ibadah haji mempunyai mempunyai persyaratan tertentu, berbadan sehat, ada biaya, tersedia kendaraan, dan aman di pelajaran.
2. Selama menunaikan ibadah haji itu dilarang bersetubuh (dengan istri / suami), berkata kasar dan berbuat maksiat.
3. Dengan ibadah haji diampuni dosanya dan mendapat balasannya.
4. Berdosa bagi muslim yang sudah memenuhi persyaratan, akan tetapi tidak menunaikan ibadah haji.
Macam-macam haji
Ada tiga macam haji :
1. Haji Tamattu
Ialah seorang berihram untuk melaksanakan umrah pada bulan- bulan haji, memasuki Makkah lalu menyelesaikan umrahnya dengan melaksanakan thawaf umrah, sa'i umrah kemudian bertahallul dari ihramnya dengan memotong pendek atau mencukur rambut kepalanya, lalu dia tetap dalam kondisi halal (tidak ber-ihram) hingga datangnya hari Tarwiyah, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah.
Orang yang melaksanakan haji Tamattu' wajib menyembelih binatang "hadyu." Adapun dalilnya adalah hadits 'Abdullah bin 'Umar Radhiallaahu anhu , beliau berkata: "Pada waktu haji wada' Rasulullah ; mengerjakan umrah sebelum haji, beliau membawa binatang hadyu dan menggiring (binatang-binatang) itu bersamanya dari Dzul Hulaifah (Bir Ali), beliau memulai ber-ihlal (berniat) ihram untuk umrah, kemudian beliau ber-ihlal (berniat) untuk haji .
Maka demikian pula manusia yang menyertai beliau, mereka mengerjakan umrah sebelum haji. Di antara mereka ada yang membawa binatang hadyu. Maka setibanya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di Makkah beliau ber- kata kepada manusia: 'Barangsiapa di antara kalian yang membawa binatang hadyu, maka tidak boleh dia berlepas dari ihram-nya hingga selesai melaksanakan hajinya, dan barangsiapa di antara kalian yang tidak membawa binatang hadyu, hendaklah ia melakukan thawaf di Baitullah (thawaf umrah/qudum,-Pent) dan melakukan thawaf antara shafa dan marwah (sa'i), lalu memendekkan (rambutnya) dan bertahallul. Kemudian (jika tiba hari haji,-Pent) hendak-lah ia berniat ihram untuk ibadah haji, dan hendaklah dia menyembelih binatang hadyu. Barangsiapa yang tidak (mampu) memperoleh binatang hadyu, maka dia berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila telah kembali kepada keluarganya (ke negeri asalnya,- Pent)
2. Haji Qiran
Yaitu seorang berihram untuk melak-sanakan umrah dan haji secara bersamaan, atau dia berihram untuk umrah, lalu ber- ihram untuk haji sebelum memulai thawaf-nya, kemudian ia memasuki kota Makkah dan tetap pada ihramnya hingga selesai melaksanakan manasik hajinya (sampai tanggal 10 Dzulhijjah), dan wajib baginya untuk menyembelih "hadyu".
3. Haji Ifrad
Yaitu seorang yang berihram untuk melaksanakan ibadah haji saja, dia tidak bertahallul dari ihramnya, kecuali setelah melempar jamroh 'aqabah (pada tanggal 10 Dzulhijjah), dan tidak ada kewajiban menyembelih "hadyu" baginya.
Dalil haji Qiran dan haji Ifrad adalah hadits 'Aisyah Radhiallaahu anha , beliau berkata:
"Kami keluar bersama Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam pada tahun ketika beliau melaksanakan haji wada', di antara kami ada yang berihram untuk melaksanakan umrah, ada pula yang berihram untuk umrah dan haji (secara bersamaan), dan adapula yang berihram untuk melaksanakan haji saja, dan Rasulullah berihram untuk haji. Adapun yang berihram untuk haji atau yang berihram dengan menggabungkan antara haji dan umrah, maka mereka tidak bertahallul (berlepas dari ihram mereka,-Pent) hingga pada hari Nahar (hari 'Idul Adh-ha, 10 Dzulhijjah,-Pent).
Sumber :-Suci Tour
Syarat wajib haji
Syarat wajib haji adalah sifat-
sifat yang harus dipenuhi oleh
seseorang sehingga dia
diwajibkan untuk melaksanakan
haji, dan barang siapa yang tidak
memenuhi salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka
dia belum wajib menunaikan haji.
Syarat-syarat tersebut ada lima
perkara:
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Merdeka
5. Mampu
Ibnu Qudamah (dalam Al-Mughni
3/218 adn Nihayah Al-Muhtaj
2/375) berkata: “Kami tidak
melihat adanya perbedaan
pendapat mengenai lima perkara
tersebut“.
“Islam” dan “Berakal” adalah
dua syarat sahnya Haji, karena
haji tidak sah jika dilakukan oleh
orang kafir atau orang gila.
“Baligh” dan “Merdeka”
merupakan syarat yang dapat
mencukupi pelaksanaan
kewajiban tersebut, tetapi
keduanya tidak termasuk syarat
sahnya haji. Karena apabila anak kecil dan seorang budak
melaksanakan haji, maka haji
keduanya tetap sah sesuai
dengan hadits dari seorang
wanita yang -pada saat
melaksanakan haji bersama Rasulullah shallallahu alayhi
wasalam- mengangkat anak
kecilnya kehadapan Nabi dan
berkata: “Apakah ia
mendapatkan (pahala) haji ?”
beliau shallallahu alayhi wasalam menjawab: “Ya, dan kamu pun
mendapatkan pahala“(Shahih HR
Muslim 1336, Abu Dawud 1736,
dan an-Nasa’i 5/120).
Akan tetapi haji yang dilakukan
oleh anak kecil dan budak tidak
menggugurkan kewajiban hajinya
sebagai seorang Muslim, menurut
pendapat yang lebih kuat,
berdasarkan hadits: “Barang siapa (seorang budak)
melaksanakan haji, kemudian ia
dimerdekakan, maka ia
berkewajiban untuk
melaksanakan haji lagi, barang
siapa yang melaksanakan haji pada usia anak-anak, kemudian
mencapai usia baligh, maka ia
wajib melaksanakan haji
lagi“(Dishahihkan oleh Al-Albani
HR Ibnu Khuzaimah 3050, Al-Hakim
1/481, Al-Baihaqi 5/179 dan lihat Al-Irwa’ 4/59).
Adapun “Mampu” hanya
merupakan syarat wajib haji.
Apabila seorang yang “tidak
mampu” berusaha keras dan
menghadapi berbagai kesulitan
hingga dapat menunaikan haji, maka hajinya dianggap sah dan
mencukupi. Hal ini seperti shalat
dan puasa yang dilakukan oleh
orang yang kewajiban tersebut
telah gugur darinya. Maka shalat
dan puasanya tetap sah dan mencukupi. (Al-Mughni 3/214).
Apakah yang di maksud "mampu"
“Kemampuan” yang menjadi
syarat wajib haji hanya akan
terwujud dengan hal-hal berikut:
1. Kondisi badan yang sehat dan
bebas dari berbagai penyakit
yang dapat menghalanginya
dalam melaksanakan berbagai
macam ritual dalam haji. Sesuai
hadits Ibnu Abbas, bahwa seorang wanita dari Khats’am
berkata: “Wahai Rasulullah,
bapak ku memiliki kewajiban haji
pada saat dia sudah sangat tua
dan tidak dapt menanggung
beban perjalanan haji, apakah aku bisa menghajikannya ?”
beliau shallallahu alayhi wasalam
menjawab: “Tunaikanlah haji
untuknya (menggantikannya)
“(Shahih HR Bukhari 1855 dan
Muslim 1334).
Barangsiapa telah memenuhi
seluruh syarat haji, tetapi dia
menderita penyakit kronis atau
lumpuh, maka dia tidak wajib
melaksanakan haji, sesuai
kesepakatan ulama. hanya saja ada perbedaan
pendapat mengenai
perwakilannya kepada orang lain,
apakah wajib atau tidak ?.
Madzhab Syafi’i, Hanbali dan dua
orang pengikut madzhab Hanafi
berpendapat wajib, atas dasar
bahwa kesehatan badan
merupakan syarat untuk
menunaikan haji dan bukan syarat wajib haji. Dan inilah
pendapat yang terkuat
berdasarkan hadits Ibnu Abbas,
bahwa Nabi shallallahu alayhi
wasalam bersabda: “Bagaimana
jika ayahmu memiliki tanggungan utang, apakah kamu akan
melunasinya ?” Wanita itu
menjawab “Ya” beliau shallallahu
alayhi wasalam lalu bersabda
“Maka utang kepada Allah lebih
berhak untuk dilunasi” (HR Bukhari 5699, An-Nasa’i 5/116).
Adapun Imam Abu Hanifah
danImam Malik berpendapat tidak
wajib mewakilkannya kepada
orang lain. (Nihayah Al-Muhtaj
2/385, Al-Kafi 1/214 dan fath al-
Qadir 2/125).
2. Memiliki perbekalan yang
cukup dalam perjalana, masa
mukim (menginap) dan saat
kembali kepada keluarganya,
diluar kebutuhan-kebutuhan
pokok, seperti tanggungan utang dan nafkah untuk
keluarga dan orang-orang yang
berada dalam tanggungannya. Ini
menurut pendapat Jumhur Ulama
(Al-Majmu’ 7/56) -selain
madzhab Maliki-, karena nafkah merupakan hak manusia dan
harus diutamakan, sesuai sabda
Rasulullah shallallahu alayhi
wasalam: “Cukuplah seseorang (dianggap)
berdosa dengan menelantarkan
orang yang berada dalam
tanggungannya“(Shahih HR Abu
Dawud 1676 dan Al-Irwa’ 989).
3. Amannya perjalanan. Ini
meliputi aman bagi jiwa dan
harta pada saat orang-orang
ramai keluar menunaikan haji,
karena kategori “mampu” tidak
dapat terlepas dari kondisi ini.
KEBERADAAN SEORANG MUHRIM MERUPAKAN SYARAT WAJIB HAJI BAGI PEREMPUAN.
Wanita diwajibkan menunaikan
haji apabila telah memenuhi lima
syarat yang telah dijelaskan
kemudian disyaratkan pula agar
ditemani oleh suami atau muhrim.
Apabila tidak ada muhrim maka dia belum diwajibkan haji.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radiallahuanhu, dia berkata, Aku
mendengar Rasulullah shallallahu
alayhi wasalam bersabda:
“Hendaknya seorang laki-laki
tidak berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali
bersama muhrimnya, dan
hendaknya seorang wanita tidak
berpergian kecuali bersama
muhrimnya.” Kemudian seorang
laki-laki berkata “Wahai Rasulullah, istriku hendak pergi
haji untuk melaksanakan haji dan
aku mendapat bagian untuk ikut
perang ini dan ini” Maka beliau
shallallahu alayhi wasalam
bersabda “Pergilah, laksanakan haji bersama istrimu“(Al-Mughni
3/230, Bidayah Al-Mujtahid 1/348
dan Al-Majmu’ 7/68).
Ini adalah
pendpat madzhab Hanafi dan
Hanbali.
Adapun madzhab Maliki dan
Syafi’i menilai bahwa
keberadaan muhrim bukanlah
syarat dalam haji, tetapi mereka
mensyaratkan amannya
perjalanan dan adanya teman yang amanah. Ketentuan ini
berlaku dalam haji yang wajib.
Adapun haji sunnah maka
perempuan tidak boleh
melaksanakannya kecuali
bersama muhrimnya, sesuai kesepakatan para ulama.
Sementara madzhab Azh-Zhahiri
berpendapat bahwa wanita yang
tidak memiliki suami atau muhrim
atau suaminya enggan menemani
maka dia boleh menunaikan haji
tanpa muhrim. Mereka berdalil dengan riwayat
yang menjelaskan penafsiran
Nabi shallallahu alayhi wasalam
bahwa yang dimasud dengan
“mampu” adalah adanya
perbekalan dan kendaraan, dan riwayat ini dha’if, sebagaimana
yang telah disebutkan. Juga dengan sabda
beliau:”Hampir saja akan keluar
sekelompok perempuan dari
Hirah menuju Ka’bah tanpa ada
yang menemaninya (tanpa
muhrim), mereak tidak merasa takut melainkan hanya kepada
Allah” (HR Bukhari 3595, kata
Azha’inah berarti perempuan)
Hal ini dijawab bahwa riwayat
tersebut merupakan
pemberitahuan tentang
keamanan yang akan terjadi,
dan tidak berkaitan dengan
hukum berpergian bagi perempuan tanpa muhrim.
BAGAIMANA HUKUM PEREMPUAN YANG MELAKSANAKAN HAJI TANPA MUHRIM ?
Apabila seorang perempuan
melaksanakan haji tanpa muhrim,
maka hajinya tetap sah dan dia
berdosa lantaran berpergian
tanpa muhrim.
SEORANG PEREMPUAN BOLEH MEMINTA IZIN SUAMINYA UNTUK MENUNAIKAN HAJI, DAN SUAMI TIDAK BERHAK MELARANGNYA. (Al Mughni 3/240, Al Umm2/117)
1. Apabila seorang wanita telah
memenuhi syarat-syarat wajib
haji sebagaimana yang telah
dijelaskan diatas -dalam
pelaksanaan haji yang wajib-
maka dianjurkan untuk meminta izin kepada suaminya untuk
melaksanakannya. Apabila suami
tidak meng-izinkan, maka dia
boleh tetap pergi haji tanpa
seizin suaminya, karean suami
tidak berhak melarangnya untuk menunaikan kewajiban hajinya -
menurut mayoritas ulama-
karena hak suami tidak lebih
diutamakan daripad kewajiban
individual (fardhu ain) seperti
puasa Ramadhan dan lainnya.
2. Apabila ibadah haji yang
dijalankannya adalah haji nadzar,
dan nadzarnya tersebut seizin
suaminya atau dia bernadzar
sebelum menikah kemudian
memberitahu suami dan suami menyepakatinya, maka suami
tidak berhak melarangnya.
Adapun jika nadzarnya tidak
disetujui oleh suami, maka suami
boleh mencegahnya. Tetapi ada
pendapat yang mengatakan bahwa suami tidak berhak
melarangnya karena haji yang
akan dilaksanakannya adalah haji
wajib, seperti halnya haji wajib
sebagai seorang muslim dan
menjadi salah satu rukun Islam.
3. Apabila yang dia lakukan
adalah haji sunnah atau
menggantikan haji orang lain,
maka harus seizin suaminya, dan
suami memiliki hak untuk
melarangnya, sesuai kesepakatan para ulama.
Apakah Wanita Yang Sedang Menjalani Masa Iddah Boleh Melaksanakan Haji ?
Wawnita yang sedang menjalani
masa iddah sesudah cerai atau
setelah ditinggal mati oleh
suaminya pada bulan-bulan haji,
tidak wajib melaksanakan haji,
menurut pendapat mayoritas pendapat ulama, karena Allah
melarang wanita yang
sedangmenjalani masa iddah
untuk keluar, berdasarkan
firma-Nya
“Janganlah kamu keluarkan
mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan)
keluar…” ( QS Ath-Thalaq:1).
Selain itu haji juga dapat
dilaksanakan pada lain waktu.
Adapun iddah adalah keharusan
yang telah ditentukan waktunya.
Dengan demikian menggabungkan
dua perkara tersebut adalah lebih utama.
Sumber :-Abiyazid wordpress
Rukun Haji
Rukun Haji adalah kegiatan yang
harus dilakukan dalam Ibadah
Haji. Jika tidak dikerjakan maka
Hajinya tidak syah. Berikut ini
adalah rukun ibadah haji :
1. Ihram
Pernyataan mulai
mengerjakan ibadah haji
atau umroh dengan
memakai pakaian ihram
disertai niat haji atau
umroh di miqat (tempat memulai niat)
2. Wukuf di Arafah
Berdiam diri dan berdoa di
Arafah pada tanggal 9
Zulhijah
3. Tawaf Ifadah
Mengelilingi Ka'bah
sebanyak 7 kali, dilakukan
setelah melontar jumroh
Aqabah pada tgl 10
Zulhijah
4. Sa'i
Berjalan atau berlari-lari
kecil antara bukit Shafa
dan Marwah sebanyak 7
kali, dilakukan setelah
Tawaf Ifadah
5. Tahallul
Bercukur atau
menggunting rambut
setelah melaksanakan Sa'i
6. Tertib
Mengerjakan kegiatan
sesuai dengan urutan dan
tidak ada yang tertinggal
Wajib Haji
Wajib Haji adalah kegiatan yang
harus dilakukan pada Ibadah Haji,
jika tidak dikerjakan harus
membayar dam (denda).
1. Niat Ihram
Dilakukan setelah
berpakaian Ihram
2. Mabit (bermalam) di
Muzdalifah pada tgl 9
Zulhijah
Dalam perjalanan dari
Arafah ke Mina
3. Melempar jumroh
Aqabah
Pada tanggal 10 Zulhijah
4. Mabit di Mina
Pada hari Tasyrik (11-13
Zulhijah)
5. Melempar jumrah Ula,
Wustha dan Aqabah
Pada hari Tasyrik (11-13
Zulhijah)
6. Tawaf Wada
Melakukan tawaf
perpisahan sebelum
meninggalkan kota
Makkah
7. Meninggalkan
perbuatan yang
dilarang saat Ihram
Larangan dalam Haji
Hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh orang yang sudah
memakai pakaian ihram dan
sudah berniat melakukan ibadah
haji adalah :
1. Melakukan hubungan
seksual atau apa pun
yang dapat mengarah
pada perbuatan hubungan
seksual
2. Melakukan perbuatan
tercela dan maksiat
3. Bertengkar dengan orang
lain
4. Memakai pakaian yang
berjahit (bagi laki-laki)
5. Memakai wangi-wangian
6. Memakai khuff (kaus kaki
atau sepatu yang
menutup mata kaki)
7. Melakukan akad nikah
8. Memotong kuku
9. Mencukur atau mencabut
rambut
10. Memakai pakaian yang
dicelup yang mempunyai
bau harum
11. Membunuh binatang
buruan
12. Memakan daging binatang
buruan
Tata cara ber-haji
Tata cara manasik haji adalah sebagai berikut :
1. Melakukan ihram dari miqat yang telah ditentukan
Ihram dapat dimulai sejak awal bulan Syawal dengan melakukan mandi sunah, berwudhu, memakai pakaian ihram, dan berniat
haji dengan mengucapkan
Labbaik Allahumma hajjan, yang artinya "aku datang memenuhi panggilanmu ya Allah, untuk berhaji".
Kemudian berangkat menuju arafah dengan membaca talbiah untuk menyatakan niat:
Labbaik Allâhumma labbaik, labbaik lâ syarîka laka labbaik, inna al-hamda, wa ni'mata laka wa al-mulk, lâ syarîka laka
Artinya: Aku datang ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu; Aku datang, tiada sekutu bagi-Mu, aku datang; Sesungguhnya segala pujian, segala kenikmatan, dan seluruh kerajaan, adalah milik Engkau; tiada sekutu bagi-
Mu.
2. Wukuf di arafah
Dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah, waktunya dimulai setelah matahari tergelincir sampai terbit fajar pada hari nahar (hari menyembelih kurban) tanggal 10 Zulhijah.
Saat wukuf, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu: shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir bersama, membaca Al-Qur'an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya.
3. Mabit di Muzdalifah
Waktunya sesaat setelah tengah malam sampai sebelum terbit fajar. Disini mengambil batu kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir untuk melempar jumrah di Mina, dan melakukan shalat subuh di awal waktu, dilanjutkan dengan berangkat menuju Mina.
Kemudian berhenti sebentar di masy'ar al- harâm (monumen suci) atau Muzdalifah untuk berzikir kepada Allah SWT (QS 2: 198), dan mengerjakan shalat subuh ketika fajar telah menyingsing.
4. Melontar jumrah 'aqabah
Dilakukan di bukit 'Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah, dengan 7 butir kerikil, kemudian menyembelih hewan kurban.
5. Tahalul
Tahalul adalah berlepas diri dari ihram haji setelah selesai mengerjakan amalan-amalan haji.
Tahalul
awal, dilaksanakan setelah selesai melontar jumrah 'aqobah, dengan cara mencukur/memotong
rambut sekurang- kurangnya 3 helai. Setelah tahalul, boleh memakai pakaian biasa dan melakukan semua perbuatan yang dilarang selama ihram, kecuali berhubungan seks.
Bagi yang ingin melaksanakan tawaf ifâdah pada hari itu dapat langsung pergi ke Mekah untuk tawaf.
6. Mabit di Mina
Dilaksanakan pada hari tasyrik (hari yang diharamkan untuk berpuasa), yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah.
Setiap siang pada hari-hari tasyrik itu melontar jumrah ûlâ, wustâ, dan 'aqabah, masing-masing 7 kali.
Bagi yang menghendaki nafar awwal (meninggalkan Mina tanggal 12 Zulhijah setelah
jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Zulhijah saja.
Tetapi bagi yang menghendaki nafar sânî atau nafar akhir (meninggalkan Mina pada tanggal 13 Zulhijah setelah
jumrah sore hari), melontar jumrah dilakukan selama tiga hari (11, 12, dan 13 Zulhijah).
Dengan selesainya melontar jumrah maka selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan kembali ke Mekah.
7. Tawaf ifadah
Bagi yang belum melaksanakan tawaf ifâdah ketika berada di Mekah, maka harus melakukan tawaf ifadah dan sa'i. Dengan membaca talbiah masuk ke Masjidil Haram, disunnahkan melalui Bâbussalâm (pintu salam) dan melakukan tawaf. Selesai tawaf disunahkan mencium Hajar Aswad (batu hitam), lalu shalat sunah 2 rakaat di dekat makam Ibrahim, berdoa di Multazam, dan shalat sunah 2 rakaat di Hijr Ismail (semuanya ada di kompleks Masjidil Haram)
.
Kemudian melakukan sa'i antara bukit Shafa dan Marwa, dimulai dari Bukit Shafa dan berakhir di Bukit Marwa. Lalu dilanjutkan dengan tahalul kedua, yaitu mencukur/ memotong rambut sekurang-kurangnya 3 helai.
Dengan demikian, seluruh perbuatan yang dilarang selama ihram telah dihapuskan, sehingga semuanya kembali halal untuk dilakukan. Selanjutnya kembali ke Mina sebelum matahari terbenam untuk mabît di sana.
8. Tawaf Wada
Lalu melakukan tawaf wada' sebelum meninggalkan Mekah untuk kembali pulang ke daerah asal.
Sumber :-Tibi tours

<< kembali